Ahbaabul Musthofa Kabupaten Demak

Majelis Ta'lim, Dzikir dan Sholawat AHBAABUL MUSTHOFA Kabupaten Demak Wilayah Timur (Kec. Gajah, Kec. Karanganyar, Kec. Mijen)

Majelis Ta'lim, Dzikir dan Sholawat

“ Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya “ ( QS. Al-Ahzab ; 56 )

Mari Kita Bersholawat

Dari Abdullah bin Amr bin Ash ra. Bahwasanya ia mendengar Rasulullah SAW bersabda : ”Barangsiapa bershalawat kepadaku sekali, maka Allah memberikan Rahmat kepadanya sepuluh kali”. (HR. Muslim)

Cinta Baginda Rosulullah SAW

Dari Ibnu Mas’ud ra. Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : ”Orang yang paling dekat denganku nanti pada hari kiamat, adalah mereka yang paling banyak membaca shalawat untukku” (HR. Turmudzi)

Cinta Baginda Rosulullah SAW

Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda : ”Sungguh hina orang yang mendengar namaku disebut kemudian ia tidak membacakan shalawat untukku”. (HR. Turmudzi)

Bersholawat Bersama Habib Syech

Dari Ali ra. Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda : ”Orang kikir yaitu orang yang apabila namaku disebut disisinya, ia tidak mengucapkan shalawat kepadaku”. (HR. Turmudzi)

Jumat, 30 September 2011

Alat yang Diperlukan untuk Mencari Bekal

Dari uraian terdahulu, tentu Nanda sekarang mengerti, bahwa kehidupan di dunia ini haruslah dijadikan arena untuk mengumpulkan pahala. Mengumpulkan pahala tidaklah mudah. Diperlukan perjuangan lahir dan batin untuk melawan godaan nafsu dan setan yang menyesatkan. Untungnya Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang melengkapi kita dengan “alat” yang dapat memudahkan pengumpulan bekal akhirat ini. Alat yang dimaksud adalah seluruh fasilitas yang kita miliki, yaitu dapat berupa harta benda, keluarga, pekerjaan, dan lain-lain. Fasilitas ini tentu saja tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus kita cari dengan gigih.

Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu dan carilah karunia Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (Al-Jumu’ah:10)

Bersegeralah kamu mencari rezeki, dan berusahalah mencari keperluan hidup, maka sesungguhnya berpagi-pagi mencari rezeki itu adalah berkat dan keberuntungan. (Riwayat Ibnu ‘Ady dari Aisyah)

Seluruh fasilitas yang kita miliki, pada hakikatnya adalah hanya sarana untuk kelancaran bertaqwa. Dengan demikian, semakin banyak fasilitas yang kita miliki, maka kualitas taqwa kita pun tentunya harus semakin lebih tinggi.

Dengan memiliki banyak uang misalnya, memudahkan kita bersedekah, menolong orang susah, menyantuni anak yatim, membahagiakan orang tua, melaksanakan ibadah haji, dan lain sebagainya.

Dengan memiliki rumah yang asri, taqwa dapat kita jalankan dengan baik. Bagaimana dapat menghasilkan taqwa yang baik kalau kita tinggal di rumah yang sumpek?

Dengan memiliki kendaraan, maka kita tidak perlu mengeluarkan banyak energi atau pun naik bis yang penuh sesak. Dengan demikian badan kita tetap segar sampai di tujuan. Bagaimana dapat shalat dengan baik kalau badan dan pikiran kita lelah?

Pekerjaan yang kita miliki, termasuk fasilitas untuk melancarkan taqwa juga. Bila kita tidak memiliki pekerjaan atau tiba-tiba dipecat, maka semangat hidup dapat turun, frustasi dan depresi mental pasti terjadi. Bagaimana dengan kondisi seperti ini dapat diharapkan menghasilkan taqwa yang berkualitas baik?

Pangkat atau kedudukan yang dimiliki juga untuk mempermudah bertaqwa. Dengan pangkat yang tinggi,maka akan memudahkan menghasilkan kualitas taqwa yang lebih baik dibandingkan dengan pegawai rendahan.

Keluarga (suami/istri dan anak) saqinah yang dimiliki, itu pun merupakan fasilitas untuk melaksanakan taqwa. Mereka dapat menjadi pelipur lara yang membuat hati menjadi tenteram. Dengan hati yang tenteram tentu akan lebih mudah untuk melaksanakan taqwa.

Bila kita sedang diserang penyakit malas ataupun merasa jenuh dalam bertaqwa, maka renungkanlah sejenak akan tujuan hidup kita di dunia, lalu gunakan fasilitas yang kita miliki untuk mengusir kemalasan atau kejenuhan itu. Misalnya bercengkrama dengan keluarga, atau pun pergi ke tempat-tempat hiburan yang dapat menghilangkan perasaan itu.

Jadi jelaslah, fasilitas atau materi yang kita miliki itu gunanya hanya untuk menunjang kelancaran pelaksanaan taqwa.

Bila kita telah menghayati hal ini, maka insya Allah kita tidak akan silau oleh materi atau pun kedudukan. Karena sesungguhnya, semua itu dititipkan Allah kepada kita semata-mata sebagai alat untuk meningkatkan ketaqwaan saja.

Penulis: Hamba Allah SWT

Ilustrasi Sejarah

Pada suatu waktu. Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik datang ke Madinah. Beliau ingin bertemu dengan Abu Hazim, yaitu satu-satunya sahabat Rasulullah saw. Yang masih hidup. Kepada Abu Hazim, Khalifah menanyakan tentang bagaimana keadaan seseorang itu pada waktu ia akan meninggal dunia. Maka Abu Hazim pun berkata : “Keadaan orang yang akan meninggal dunia itu ada dua macam. Pertama, seperti perantau yang dipanggil pulang ke kampong halamannya untuk menyaksikan hasil kirimannya yang sudah dibuatkan rumah yang bagus dengan taman yang indah. Foto mengenai semuanya itu telah dikirimkan kepadanya sebelum dia berangkat. Kita dapat bayangkan bagaimana sukacitanya perasaan sang perantau, tentu ia ingin segera mempercepat kepulangannya itu. Apalagi dikhabarkan pula kepadanya, bahwa kedatangannya nanti akan disambut oleh masyarakat dengan riang gembira sebagai perantau yang berhasil. Adapun keadaan yang kedua, adalah seperti penjahat yang lari dari penjara kemudian dia tertangkap kembali. Ia akan diseret, disiksa, dan dilemparkan dengan kejam ke tempatnya semula. Dapat dibayangkan, betapa takut dan ngerinya perasaan orang itu.”

Mendengar penjelasan Abu Hazim itu, kontan Khalifah menangis tersedu-sedu sambil berdoa dengan syahdu : ‘Ya Allah ! Janganlah Engkau jadikan aku di waktu kembali kepada-Mu seperti layaknya seorang penjahat yang melarikan diri kemudia tertangkap kembali’.

Kelompok pertama, menggambarkan orang-orang yang meyakini bahwa suatu waktu mereka akan kembali kepada Allah, mereka berusaha sekuat tenaga menyiapkan bekal yang banyak untuk perjalanan yang amat jauh di alam akhirat. Bekal itu ialah amal saleh dalam jalur hablum-minallah dan jalur hablum-minannas.

Kelompok kedua, mewakili orang-orang yang lalai menyiapkan perbekalan, umur dihabiskannya untuk memenuhi kepuasan hawa nafsu belaka. Mereka gigih mencari fasilitas demi memuaskan kebutuhan nafsu, seperti foya-foya dan mengumbar nafsu syahwat, memiliki rumah seperti istana dan mobil-mobil mewah yang kesemuanya itu hanya untuk prestise saja. Mereka mengukur kesuksesan hidup di dunia ini dari kehebatan fasilitas atau materi yang mereka miliki.

Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas. (Al-Baqarah: 212)

Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafir pun aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (Al-Baqarah: 126)

Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar. (An-Nuur:39)

Penulis: Hamba Allah SWT

Renungan Kehidupan

Semua manusia, tanpa terkecuali, pasti akan mati. Bila demikian, lalu apa sebenarnya yang akan dituju oleh manusia di alam dunia ini. Apakah manusia hidup semata-mata hanya untuk bekerja, berumah tangga, bersenang-senang dengan harta yang dimilikinya, ataupun berkeluh kesah dalam kemiskinan; kemudian ia lalu mati tidak berdaya? Apakah setelah mati itu ia akan hilang menguap seperti halnya api obor yang padam? Atau, apakah manusia yang dilahirkan dalam “ketiadaan” itu akan mati dalam “ketiadaan” pula? Bila ya, apakah berarti hidup manusia di dunia ini sia-sia belaka? Tentu tidaklah demikian. Allah telah berfirman, bahwa manusia akan terus ada dan tidak akan pernah menghilang atau menguap. Manusia akan menjalani kehidupan abadi di akhirat.

Dengan demikian, jelaslah bahwa sesungguhnya yang dituju oleh semua manusia adalah akhirat! Cepat atau lambat, suka atau tidak suka, semua manusia pasti akan menuju ke sana.

Apakah kalian mengira bahwa Kami menciptakan kalian sia-sia, dan bahwa sesungguhnya kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami? (Al-Mu’minun: 115)

Apakah manusia mengira, bahwa ia akan diberikan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)? (Al-Qiyamah: 36)

Sesungguhnya hari kiamat akan datang (dan) Aku merahasiakan (waktunya) agar tiap-tiap diri dibalas dengan apa yang diusahakannya. (Thaahaa: 15)

Dan tidaklah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenar-benarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui. (Al-Ankabuut: 64)

Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, Kami sediakan bagi mereka azab yang pedih. (Al-Israa’: 10)

Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mu’min, maka mereka itu orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik. (Al-Israa’: 9)
Keterangan singkat yang diuraikan di atas, sekilas tampaknya sederhana, namun bila Nanda renungkan baik-baik, makna yang tersirat sangatlah dalam. Pahamilah hal ini dengan baik. Karena inilah fundamen yang paling mendasar untuk dapat menemukan atau mengerti kebenaran hidup yang hakiki.
Penulis: Hamba Allah SWT

Kamis, 29 September 2011

Tempat Mencari Pahala

Pahala adalah hadiah yang diberikan Allah kepada manusia apabila ia lulus dari ujian yang dihadapinya. Ujian-ujian ini pada dasarnya terletak pada dua jalur, yaitu jalur hablum-minallah dan jalur hablum-minannas. Pada kedua jalur ini, Allah dan Rasul-Nya tellah menentukan “aturan main” bagaimana manusia itu harus bersikap. Misalnya saja, dalam jalur hablum-minallah manusia diwajibkan shalat; da dalam jalur hablum-minannas manusia diwajibkan berbuat baik terhadap sesamanya. Semua “aturan main” ini tertuang lengkap dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW.

Barangsiapa yang dapat tetap patuh melaksanakan “aturan main” ini, dengan niat semata-mata karena Allah, maka ia disebut orang yang bertaqwa. Dan dia akan memperoleh pahala, yang kelak akan dirasakan kenikmatannya di akhirat nanti. Jadi dengan perkataan lain, lading tempat mencari pahala itu terletak pada jalur hablum minallah dan jalur hablum-minannas, karena pada dua jalur inilah Allah menguji ketaatan manusia mematuhi aturan-aturan yang ditentukan-Nya dalam Al-Qur’an dan Hadits.

Allah melengkapi manusia dengan mata, telinga, dan hati bukan tanpa tujuan. “perlengkapan” ini merupakan sarana bagi Allah untuk menguji manusia, apakah dalam setiap situasi dan kondisi -baik atau pun buruk- ia mampu tetap taat mengikuti “aturan main” yang sudah ditetapkan-Nya atau tidak.

Simaklah baik-baik Surat Al-Insaan: 2, 3 berikut:

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.
Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. (Al-Insaan: 2, 3)

Supir ugal-ugalan di jalan raya, atasan yang menjengkelkan, kolega yang picik, atau pun teman yang menyebalkan, ini semua terjadi karena Allah melengkapi kita dengan mata, telinga, dan hati. Oleh karena itu, orang-orang negatif ini harus dipandang sebagai ujian Allah pada jalur hablum-minannas. Apabila orang-orang ini dapat kita hadapi sesuai dengan tuntunan yang diberikan-Nya melalui Rasul-Nya, maka berarti kita lulus. Sebaliknya, bila mereka itu kita hadapi dengan emosi atau nafsu, maka berarti kita gagal. Hendaklah kita senantiasa mengingat pengalaman para bijak, “Kepuasan sejati bukanlah menuruti hawa nafsu, tetapi kepuasan sejati adalah keberhasilan menahan diri untuk tidak mengikuti hawa nafsu.“

Dengan demikian, dapatlah dimengerti, bahwa semua masalah, baik itu masalah hubungan dengan Allah (seperti misalnya rasa malas mendirikan shalat), maupun masalah hubungan dengan manusia (misalnya menghadapi orang yang menyebalkan), pada hakikatnya adalah hendak menguji kita, mampu atau tidak untuk bersikap sesuai dengan kehendak Allah dan Rasulullah SAW. Bila ujian ini berhasilkita atasi, artinya kita tetap taat bertindak menurut ketentuan Al-Qur’an dan hadits dengan niat “lillahi ta’ala”, maka tindakan kita itu dikategorikan sebagai amal saleh, yang kelak akan diganjar dengan pahala. Dengan demikian, semakin banyak amal saleh yang kita lakukan, maka semakin besar kemungkinan kita untuk masuk ke dalam surga. Lihatlah penegasan Allah dalam Al-Qur’an berikut ini:

Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh baik ia laki-laki maupun perempuan sedangkan ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun. (An-Nisaa: 124)

Dan surga itu diberikan kepada kamu berdasarkan amal yang telah kamu kerjakan. (Az-Zukhruf: 72)

Sesungguhnya orang-orang yag beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal. Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah daripadanya. (Al-Kahfi: 107, 108)

Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah:82)

Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam surga …… (An-Nisaa: 57)

Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekedar kesanggupannya, mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. (Al-A’raaf: 42)

Dengan memahami hal di atas, akan dapat mencegah Nanda tertipu dan terlena mengikuti emosi atau pikiran negatif, sehingga tidak akan menyimpang dari aturan main yang ditetapkan-Nya. Dan insya Allah Nanda tidak akan mengalami stress atau pun menjadi pendendam.

Adapun salah satu kiat untuk mengatasi kecenderungan hati pada hal-hal yang negatif, adalah dengan mengendalikan mata. Bila kita renungkan, mata itu pada hakikatnya adalah hanya alat (scanner) yang memasukkan informasi ke dalam hati. Informasi yang masuk ke dalam hati ini, akan menimbulkan kesan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, ada seorang penderita penyakit kusta. Bila yang difokuskan oleh mata itu adalah penyekitnya, maka niscaya hati akan niscaya hati akan memunculkan kesan jijik. Tetapi bila yang difokuskan oleh mata segi manusiawinya, maka yang akan timbul adalah rasa iba. Dikisahkan bahwa nabi Isa AS. ketika berjalan dengan para muridnya, pernah menemukan bangkai seekor anjing. Para muridnya serentak menutup hidung sambil menunjukkan rasa jijiknya. Namun nabi Isa AS. tersenyum seolah-olah ia tidak melihat ada bangkai di hadapannya. Beliau berkata, “Coba lihat giginya, betapa putihnya!” Inti pelajaran yang diberikan oleh nabi Isa AS. itu ialah, bila mata dapat dikendalikan hanya untuk melihat kejadian dari segi-segi positifnya saja, maka niscaya hati tidak akan memunculkan kesan negatif.

Kita dapat menggunakan “ilmu” nabi Isa tersebut untuk meredam rasa iri hati yang kadang-kadang muncul secara spontan ketika mendenagr ada teman kita yang lebih sukses atau lebih kaya dari kita. Caranya yaitu dengan tidak memandang pada pangkat atau harta yang dimilikinya, tetapi dengan mengingat pada kenyataan, bahwa soal rezeki itu memang dibuat Allah berbeda-beda. Hal ini dilakukan-Nya semata-mata untuk menguji manusia.

….. Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. (Al-An’am: 155)

Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (An-Nisaa’: 32)

Nabi Muhammad SAW pun tampaknya sangat menyadari betapa beratnya beban orang yang dititipi harta yang banyak. Hal ini tampak pada perilaku hidupnya yang terkenal sederhana. Pada salah satu haditsnya diriwayatkan:

Rasulullah SAW bersabda : “Tuhanku telah menawarkan kepadaku untuk menjadikan lapangan di kota Mekah menjadi emas. Aku berkata, “Jangan Engkau jadikan emas wahai Tuhan! Tetapi cukuplah bagiku merasa kenyang sehari, lapar sehari. Apabila aku lapar, maka aku dapat menghadap dan mengingat-Mu, dan ketika aku kenyang aku dapat bersyukur memuji-Mu.” (HR. Ahmad & Tarmidzi)

Sesungguhnya Allah telah melihat kepada rupa dan hartamu, tetapi Allah melihat kepada hati dan amalmu. (HR. Muslim)

Penulis: Hamba Allah SWT

Kehidupan Dunia Adalah Kesenangan yang Menipu

Allah menciptakan surga dan neraka, yang kelak akan diisi oleh manusia. Di mana nanti kita berada -surga atau neraka- akan ditentukan melalui proses kompetisi yang panjang selama hidup di dunia; yaitu kompetisi dalam mengumpulkan pahala. Kompetisi ini berakhir pada waktu kita mati, karena tidak ada kesempatan pengumpulan pahala lagi setelah kita mati.

Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan bagi manusia, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. (Al Kahfi:7)

Seseorang yang berhasil mengumpulkan pahala yang banyak, tempatnya kelak adalah di surga. Sedangkan bagi yang lalai, tidak diragukan lagi, ia akan berada di tempat sebaliknya, yaitu neraka. Jadi, surga adalah merupakan puncak hadiah yang akan diraih oleh manusia. Dan untuk mendapatkan hadiah puncak ini, tentu saja tidaklah mudah. Diperlukan perjuangan yang sungguh-sungguh, karena Allah akan terus menerus menguji keuletan kita dalam mematuhi “aturan main” yang dibuat-Nya.

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan: ‘kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? (Al-Ankabuut: 2)

Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. (Al-Anbiya’:35)

Rasulullah SAW Pun memperingatkan kita:
Dunia itu adalah nerakanya orang mukmin dan surganya orang kafir. Surga itu dikelilingi oleh hal-hal yang tidak disukai, dan neraka itu dikelilingi oleh hal-hal yang menyenangkan (nafsu).

Bentuk ujian Allah itu bermacam-macam. Hal ini adalah wajar, mengingat hadiahnya pun luar biasa, yaitu hidup abadi dalam kebahagiaan di surga. Ujian terberat yang dirasakan oleh kebanyakan orang, umunya adalah yang berkaitan dengan harta atau pangkat. Harta atau pangkat dapat dengan mudah membuat manusia terbius, terlupa akan tujuan hidupnya di dunia. Harta yang seharusnya digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan ketaatan pada aturan main-Nya, terbuai justru digunakan untuk melanggar ‘aturan main’ itu (!). dalam hal ini sayidina Ali r.a. berwasiat, ‘Hati-hatilah terhadap hartamu, karena ia dapat menjadi bahan utama pelampiasan hawa nafsu!” [ "... Ya Allah, jadikanlah dunia di tangan kami dan jangan Engkau jadikan dunia di hati kami"]

Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anak kamu itu hanyalah sebagai cobaan ….. (Al-Anfaal: 28)

….. Dan Kami coba mereka dengan nikmat yang baik-baik dan bencana yang buruk-buruk. (Al-A’raaf: 168)

Untuk dapat mengatasi berbagai macam ujian Allah ini, Nanda harus mempunyai bekal motivasi yang kuat. Karena hanya denagn motivasi yang kuat, akan tercipta semangat yang hebat. Dan dengan semangat yang hebat, segala godaan yang berasal dari nafsu dan setan yang gila pun akan dapat ditaklukkan.

Ayat-ayat berikut ini dapat dijadikan sebagai bekal untuk motivasi:

Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permaianan dan senda gurau ….. (Muhammad: 36)

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk kedalam kubur. (At-Takaatsur: 1,2)

Maka janganlah harta benda dan anak-anak, mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir. (At-Taubah: 55)

Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. ……… Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (Hadiid: 20)

Dan tidaklah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenar-benarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui. (Al-Ankabuut: 64)

Sesungguhnya barangsiapa datang kepada Rabbnya dalam keadaan berdosa, maka sesungguhnya baginya mereka jahanam. Ia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup. (Thaha: 74)

Menurut Imam Ghazaly. Kelak semua manusia akan melintasi jembatan yang di bawahnya terdapat neraka. Jembatan ini dikenal dengan sebutan shiratha’l-mustaqim. Kelak bakal ada yang melewatinya secepat kilat, ada juga yang berlalu seperti angina atau sekencang larinya kuda, dan ada pula yang secepat terbangnya burung. Namun di samping itu, ada juga yang berjalan biasa atau yang merangkak hingga hangus menjadi arang. Bahkan ada yang tersandung sehingga terjatuh ke dalam neraka. Perbedaan cara ini dikarenakan perbedaan sikap hidup selama di dunia, yaitu apakah selalu taat, atau sering membangkang pada aturan main-Nya. Shiratha’l mustaqim bukanlah jembatan seperti di dunia yang dapat ditempuh dengan kekuatan fisik atau kaki, tetapi jembatan ini hanya dapat diseberangi dengan kekuatan hati. Hati yang selalu membangkang ibarat sepasang kaki yang lumpuh (pincang), sedangkan hati yang selalu taat pada aturan main-Nya ibarat sepasang kaki seorang pelari ulung.

Penulis: Hamba Allah

Senin, 26 September 2011

Hikmah Bersholawat

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat (memberi rahmat) kepada Nabi s.a.w. (oleh karena itu) wahai orang-orang yang beriman berselawatlah kamu (meminta rahmat) untuk Nabi s.a.w dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan terhadapnya.”
(al-Ahzab 56)


Bersumberkan daripada At Taiyimi katanya, ”Apabila mereka berselawat ke atas Nabi s.a.w. maka para malaikat pun turut berselawat bersama mereka sehingalah mereka selesai berselawat.”
  •     Satu kali selawat Allah akan membalas dengan 10 kali selawat untuknya.
  •     Satu kali selawat Allah akan mengangkatnya dengan 10 darjat.
  •     Malaikat juga akan turut membaca selawat ke atas orang yang membaca selawat untuk Rasulullah s.a.w.
  •     Doa yang disertai dengan selawat akan diperkenankan oleh Allah Taa’la tetapi doa yang tidak disertai dengan selawat ianya akan tergantung di antara langit dan bumi.
  •     Akan mendapat tempat yang dekat dengan Rasulullah s.a.w. di hari kiamat nanti.
  •     Allah akan menggandakan limpah kurnia dan rahmat-Nya pada mereka yang berselawat untuk Nabi s.a.w.
  •     Dapat membersihkan hati, jiwa dan roh kotor yang berselaput di dalam dada.
  •     Dapat membuktikan kecintaan dan kasih sayang kita terhadap Rasulullah.
  •     Mewariskan kecintaan Rasulullah terhadap umatnya.
  •     Akan terselamat dan terpelihara daripada segala apa yang mendukacitakan dari hal keduniaan mahu pun akhirat.
  •     Dengan membaca selawat akan dapat mengingatkan kembali apa-apa yang telah kita lupa.
  •       Akan mendapat nur yang bersinar-sinar di hati apabila kita berselawat 100 kali dengan bersungguh-sungguh.
  •     Mendapat ganjaran pahala seperti memerdekakan seorang hamba bila kita berselawat sebanyak 10 kali.
  •     Allah akan meluas dan melapangkan rezekinya dari sumber-sumber yang tidak diketahui.
  •     Allah akan memberatkan timbangan amalnya pada neraca timbangan di hari kiamat nanti.
  •     Mendapat keberkatan dari Allah bagi dirinya dan juga keluarganya.
  •     Mendapat rasa kasih sayang dari hati-hati orang mukmin terhadapnya.
  •     Akan mendekatkan dirinya dengan Telaga Haudh (Telaga Rasulullah s.a.w.) serta dapat pula meminumnya di hari kiamat nanti.
  •     Dapat melepaskan diri seseorang itu dari tergelincir semasa melalui titian Sirat dan ia dengan selamat menuju ke syurga.
Ikhwah, Imam Ibnu Mandah dalam "al-Fawaaid", Imam al-Ashbahaani dalam "at-Targhib", Imam ad-Dailami dalam "Musnad al-Firdaus" dan Imam al-Baihaqi dalam "Hayatul Anbiya" meriwayatkan satu hadits daripada Sayyidina Anas r.a. bahawasanya Junjungan Nabi s.a.w. bersabda:

"Sesiapa bersholawat ke atasku 100 kali pada hari Jumaat dan malam Jumaat, nescaya ditunaikan Allah baginya 100 hajat, 70 dari hajat-hajat akhirat dan 30 dari hajat-hajat dunia. Kemudian Allah wakilkan seorang malaikat untuk menghadapku dengan membawa sholawat-sholawat tersebut dalam kuburku sebagaimana menghadap orang membawa hadiah kepada kamu, bahawasanya ilmu/pengetahuanku setelah mati sama seperti ilmu/pengetahuanku sewaktu aku hidup."

Jumat, 23 September 2011

Ahbaabul Musthofa Demak

Berikut ini beberapa gambar untuk slide Ahbaabul Musthofa Kabupaten Demak. Sementara ini dulu yang dapat kami design, dikarenakan banyaknya aktivitas maka untuk melengkapinya akan kami upload lain hari. meskipun demikian harapan kami blog ini dapat memberi manfaat untuk kita semua dan meningkatkan rasa cinta kita untuk bersholawat dan kecintaan kita pada baginda nabi Muhammad SAW.

 










Adab Di Majlis Para Sholihin

Berkata sayyidina Al-Habib Muhammad bin Hadi Assaggaf pada malam Rabu, 15 Rajab 1346 H: “Jika kamu sekalian hadir di suatu majlis dan di majlis itu dihadiri oleh salah seorang sholihin, maka jagalah adab. Dan jadilah kamu seperti orang mati di hadapan orang yang akan memandikannya, agar engkau tidak tercegah dari mendapatkan kebajikan dan berkah.

Diceritakan bahwa suatu saat ada majlis di rumah Al-Habib Hasan bin Sholeh Al-Bahr yang dihadiri oleh para ulama besar dari Alawiyyin seperti Al-Habib Abdullah bin Husin Bin Thohir, Al-Habib Abdullah bin Husin Bilfagih dan Al-Habib Abdullah bin Umar Bin Yahya. Pada saat itu timbul suatu permasalahan ilmiyyah dan fiqhiyyah. Masing-masing orang mengeluarkan pendapatnya sampai terjadi khilaf dan perdebatan di antara mereka. Kecuali Al-Habib Abdullah bin Husin Bilfaqih yang terdiam tidak mengucap satu kalimat pun disebabkan menghormati majlis tersebut.

Setelah selesai majlis dan yang hadir sudah keluar semua, seseorang mendatangi Al-Habib Abdullah bin Husin Bilfaqih sambil mencelanya dan berkata, "Kenapa anda diam saja di majlis itu sedangkan saat itu terjadi perbincangan mengenai masalah fiqhiyyah dan ilmiyyah?" Beliau pun menjawab, "Sesungguhnya di majlis tadi tercurahkan asraar, anwaar dan istimdaad, khairaat dan barokaat, bukanlah suatu majlis khilafiyah dan perdebatan. Kalau engkau ingin tahu pendapatku tentang masalah tadi maka berkumpullah kamu sekalian dan akan aku jelaskan dalil-dalil dan ta'lil, kesalahan dan kebenaran. Sesungguhnya majlis di tempat Al-Habib Hasan bin Sholeh Al-Bahr tidak sebaiknya engkau men-taqrir suatu masalah. Akan tetapi yang baik adalah taaddub (beradab).

Persepektif Prof Dr. Buya Hamka Tentang Eksistensi Keturunan Sayyidina Muhammad SAW

Panggilan Habib atau Sayyid, Syarif dan lain-lain merupakan panggilan yang sering kita dengar untuk sebutan keturunan Rasululalh saw. Sebagian masyarakat menggunakan panggilan ini dan sebagian lain tidak. Ada juga yang tidak mengakui keturunan Rasulullah saw namun ada yang tidak. Berikut adalah pendapat Prof. Dr. Hamka dalam menerangkan masalah Gelar Sayid atau Habib yang cukup bijaksana.

H. Rifai, seorang Indonesia beragama Islam yang tinggal di Florijin 211 Amsterdam, Nederland, pada tanggal 30 Desember 1974 telah mengirim surat kepada Menteri Agama H.A. Mukti Ali dimana ia mengajukan pertanyaan dan mohon penjelasan secukupnya mengenai beberapa hal.

Oleh Menteri Agama diserahkan kepada Prof. Dr.H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAKMA) untuk menjawabnya melalui PANJI MASYARAKAT, dengan pertimbangan agar masalahnya dapat diketahui umum dan manfaatnya telah merata.
Penulis

Yang pertama sekali hendaklah kita ketahui bahwa Nabi s.a.w tidaklah meninggalkan anak laki-laki. Anaknya yang laki-laki yaitu Qasim, Thaher, Thaib, dan Ibrahim meninggal di waktu kecil belaka. Sebagai seorang manusia yang berperasaan halus, beliau ingin mendapat anak laki-laki yang akan menyambung keturunan (Nasab) beliau hanya mempunyai anak-anak perempuan, yaitu Zainab, Ruqayyah, Ummu Kaltsum dan Fathimah. Zainah memberinya seorang cucu perempuan. Itupun meninggal dalam sarat menyusu. Ruqayyah dan Ummu Kaitsurr mati muda. Keduanya isteri Usman bin Affan, meninggal Ruqayyah berganti Ummu Kaltsum (ganti tikar), ketiga anak perempuan inipun meninggal dahulu dari beliau.

Hanya Fathimah yang meninggal kemudian dari beliau dan hanya dia pula yang memberi beliau cucu laki-laki. Suami Fahimah adalah Ali Bin Abi Thalib. Abu Thalib adalah abang dari ayah Nabi dan yang mengasuh Nabi sejak usia 8 tahun. Cucu laki-laki itu ialah Hasan dan Husain. Maka dapatlah kita merasakan, Nabi seorang manusia mengharap anak-anak Fathimah inilah yang akan menyambung turunannya. Sebab itu sangatlah kasih sayang dan cinta beliau kepada cucu-cucunya ini. Pernah beliau sedang ruku si cucu masuk ke dalam kedua celah kakinya. Pernah sedang beliau Sujud si cucu berkuda ke atas punggungnya. Pernah sedang beliau khutbah, si cucu sedang ke tingkat pertama tangga mimbar.

Al-Tarmidzi merawjkan dari Usamah Bin Zaid bahwa dia (Usamah) pernah melihat Hasan dan Husain berpeluk di atas kedua belah paha beliau. Lalu beliau s.a.w. berkata: Kedua anak ini adalah anakku, anak dari anak perempuanku. Ya Tuhan Aku sayang kepada keduanya”.

Dan diriwayatkan oleh Bukhari dan Abi Bakrah bahwa Nabi pernah pula berkata tentang Hasan; ‘Anakku ini adalah SAYYID (Tuan), moga-moga Allah akan mendamaikan tersebab dia diantara dua golongan kaum Muslimin yang berselisih.

Nubuwat beliau itu tepat. Karena pada tahun 60 hijriah Hasan menyerahkan kekuasaan kepada Mu’awiyah, karena tidak suka melihat darah kaum Muslimin tertumpah. Sehingga tahun 60 itu dinamai “Tahun Persatuan”. Pernah pula beliau berkata: “kedua anakku ini adalah SAYYID (Tuan) dan pemuda-pemuda di surga kelak”.

Barangkali ada yang bertanya: “Kalau begitu jelas bahwa Hasan dan Husain itu cucunya, mengapa dikatakannya anaknya”.

Ini adalah pemakaian bahwa pada orang Arab, atau bangsa-bangsa Semit. Di dalam Al-Qur’an surat ke-12 (Yusuf) ayat 6 disebutkan bahwa Nabi Yakub mengharap moga-moga Allah menyempurnakan ru’matnya kepada puteranya Yusuf” sebagai mana telah disempurnakanNya ni’mat itu kepada kedua bapamu sebelumnya, yaitu Ibrahim dan Ishak. Pada hal yang bapa, atau ayah dari Yusuf adalah Ya’kub. Ishak adalah neneknya dan ibrahim adalah nenek ayahnya. Di ayat 28 Yusuf berkata:

Bapa-Bapaku Ibrahim dan Ishak dan Ya’kub. Artinya nenek-nenek moyang disebut bapa, dan cucu cicit disebut anak-anak. Menghormati keinginan Nabi yang demikian, maka seluruh umat Muhammad menghormati mereka. Tidakpun beliau anjurkan, namun kaum Quraisy umumnya dan Bani Hasyim dan keturunan hasan dan Husain mendapat kehormatan istimewanya di hati kaum Muslimin.

Bagi ahlis-sunnah hormat dan penghargaan itu biasa saja. Keturunan Hasan dan Husain di panggilkan orang SAYYID; kalau untuk banyak SADAT. Sebab Nabi mengatakan “Kedua anakku ini menjadi SAYYID (Tuan) dari pemuda-pemuda di syurga; Disetengah negeri di sebut SYARIF, yang berarti orang mulia atau orang berbangsa; kalau banyak ASYRAF. Yang hormat berlebih-lebihan, sampai mengatakan keturunan Hasan dan Husain berlebih-lebihan, sampai mengatakan keturunan Hasan dan Husain itu tidak pernah berdosa, dan kalau berbuat dosa segera diampuini. Allah adalah ajaran (dari suatu aliran – penulis) kaum Syi’ah yang berlebih-lebihan.

Apatah lagi di dalam Al-Qur’an, surat ke-33 “Al-Ahzab”, ayat 30, Tuhan memperingatkan kepada isteri-isteri Nabi bahwa kalau mereka berbuat jahat, dosanya lipat ganda dari dosa orang kebanyakan. Kalau begitu peringatan Tuhan kepada isteri-isteri Nabi, niscaya demikian pula kepada mereka yang dianggap keturunannya.

MENJAWAB pertanyaan tentang benarkah Habib Ali Kwitang dan Habib Tanggul keturunan Rasulullah s.a.w ? Sejak zaman kebesaran Aceh telah banyak keturunan-keturunan Hasan dan Husain itu datang ke tanah air kita ini. Sejak dari semenanjung Tanah Melayu, Kepulauan Indonesia dan Philipina. Harus diakui banyak jasa mereka dalam penyebaran Islam di seluruh Nusantara ini. Penyebar Islam dan Pembangunan Kerajaan Banten dan Cirebon adalah Syarif Hidayatullah yang dipernankan di Aceh. Syarif Kebungsuan tercatat sebagai penyebar Islam ke Mindanao dan Sulu. Sesudah pupus keturunan laki-laki dari Iskandar Muda Mahkota Alam pernah Bangsa Sayid dari keluarga Jamalullail jadi Raja di Aceh. Negeri Pontianak pernah diperintah bangsa Sayid Al-Qadri. Siak oleh keluarga bangsa Sayid bin Syahab.

Perlis (Malaysia) dirajai oleh bangsa Sayid Jamalullail. Yang dipertuan Agung III Malaysia Sayid Putera adalah Raja Perlis. Gubernur Serawak yang sekarang ketiga, Tun Tuanku Haji Bujang ialah dari keluarga Alaydrus. Kedudukan mereka di negeri ini yang turun-temurun menyebabkan mereka telah menjadi anak negeri dimana mereka berdiam. Kebanyakan mereka jadi Ulama. Mereka datang dari Hadramautdari keturunan Isa Al-Muhajir dan Faqih Al-Muqaddam. Mereka datang kemari dari berbagai keluarga. Yang kita banyak kenal ialah keluarga Alatasa. Assagaf,Alkaf, Bafaqih, Balfaqih, Alaydrus, bin Syekh Abubakar, Assiry, Al-Aidid, Al Jufri, Albar, Almussawa, Ghatmir, bin Agil, Alhadi, Basyarban, Bazzar;ah. Bamakhramah. Ba;abud. Syaikhan, Azh-Zhahir, bin Yahya dan lain-lain. Yang menurut keterangan Almarhum Sayid Muhammad Bin Abdurrahman bin Syahab telah berkembang jadi 199 keluarga besar. Semuanya adalah dari “Ubaidillah Bin Ahmad Bin Isa Al-Muhajir. Ahmad Bin isa Al-Muhajir Ilallah inilah yang berpindah dari Basrah ke Hadhramaut. Lanjutan silsilahnya ialah Ahmad Bin Isa Al Muhajir Bin Muhammad Al-Naqib bin Ali Al-Aridh Bin Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir Bin Ali Zainal Abidin Bin Husain As-Sibthi Bin Al Bin Abi Thalib. As-Sabthi artinya cucu, karena Husain adalah anak dari Fathurmah binti Rasulullah s.a.w

Sungguhpun yang terbanyak adalah keturunan Husain dari hadhramaut itu, ada juga yang keturunan Hasan yang datang dari Hejaz, keturunan Syarif-syarif Makkah Abi Numay, tetapi tidak sebanyak dari Hadramaut. Selain dipanggilkan Tuan Sayid, mereka dipanggil juga HABIB, di Jakarta dipanggilkan WAN. Di Sarawak dan Sabbah disebut Tuanku. Di Pariaman (Sumatera Barat) disebut SIDI. Mereka telah tersebar di seluruh dunia. Di negeri-negeri besar sebagai Mesir, Baghdad, Syam dan lain-lain mereka adalah NAQIB yaitu yang bertugas mencatat dan mendaftarkan keturunan-keturunan itu. Di saat sekarang umumnya telah mencapai 36.37.38 silsilah sampai kepada Sayidina Ali dan Fathimah.

Dalam pergolakan aliran lama dan aliran baru di Indonesia, pihak al-Irsyad yang menandatang dominasi kaum Baalwi menganjurkan agar yang menganjurkan agar yang bukan keturunan Hasan dan Husain memakai juga titel Sayid dimuka namanya. Gerakan ini sampai menjadi panas. Tetapi setelah keturunan Arab Indonesia bersatu, tidak pilih keturunan Alawy atau bukan, dengan pimpinan A.R Baswedan, mereka anjurkan menghilangkan perselisihan dan masing-masing memanggil temannya dengan “Al-Akh”, artinya Saudara.

Maka baik Habib Tanggul di Jawa Timur dan Almarhum Habib Ali di Kwitang Jakarta, memanglah mereka keturunan dari Ahmad Bin Isa Al-Muhajir yang berpindah dari Bashrah ko Hadramaut itu, dan Ahmad Bin Isa tersebut adalah cucu tingkat ke-6 dari cucu Rasulullah Husain Bin Ali Bin Abi Thalib itu. Kepada keturunan-keturunan itu semuanya kita berlaku hormat, dan cinta, yaitu hormat dan cinta orang Islam yang cerdas, yang tahu harga diri. Sehingga tidak diperbodoh oleh orang-orang yang menyalahgunakan keturunannya itu. Dan mengingat juga akan sabda Rasulullah s.a.w.: janganlah sampai orang lain datang kepadakua dengan amalnya, sedang kamu datang kepadaku dengan membawa nasab dan keturunan kamu, dan pesan beliau pula kepada puteri kesayangannya, Fathimah Al-Batul, ibu dari cucu-cucu itu: “Hai Fathimah binti Muhammad. Beramallah kesayanganku. Tidaklah dapat aku, ayahmu menolongmu dihadapan Allah sedikitpun”. Dan pernah beliau bersabda: “Walaupun anak kandungku sendiri, Fathimah, jika dia mencuri aku potong juga tangannya”.

Sebab itu kita ulangilah seruan dari seorang anak ulama besar Alawy yang telah wafat di Jakarta ini, yaitu Sayid Muhammad Bin Abdurrahman Bin Syahab, agar generai-generasi yang datang kemudian dari turunan “Alawy memegang teguh Agama Islam, menjaga pusaka nenek-moyang, jangan sampai tenggelam kedalam peradaban Barat. Seruan beliau itupun akan telah memelihara kecintaan dan hormat Ummat Muhammad kepada mereka.

Habib M.Anis Bin Alwy Al-Habsyi

Habib Muhammad Anis (Habib Anis) lahir di Garut Jawa Barat, Indonesia pada tanggal 5 Mei 1928. Ayah beliau adalah Habib Alwi. Sedangkan ibu beliau adalah syarifah Khadijah. Ketika beliau berumur 9 tahun, keluarga beliau pindah ke Solo. Setelah berpindah-pindah rumah di kota Solo, ayah beliau menetap di kampung Gurawan, Pasar Kliwon Solo. Sejak kecil, Habib Anis dididik oleh ayah sendiri, juga bersekolah di madrasah Ar-Ribathah, yang juga berada di samping rumahnya. Pada usia 22 tahun, beliau menikahi Syarifah Syifa binti Thaha Assagaf, setahun kemudian lahirlah Habib Ali. Tepat pada tahun itu juga, beliau menggantikan peran ayah beliau, Habib Alwi yang meninggal di Palembang. Habib Abdullah bin Alwi Al Habsyi adik beliau menyebut Habib Anis waktu itu seperti “anak muda yang berpakaian tua”. 

Habib Anis merintis kemaqamannya sendiri dengan kesabaran dan istiqamah, sehingga besar sampai sekarang. Selain kegiatan di Masjid seperti pembacaan Maulid simthud-Durar dan haul Habib Ali Al-Habsyi, juga ada khataman Bukhari pada bulan sya’ban, khataman Ar-Ramadhan pada bulan Ramadhan. Sedangkan sehari-hari beliau mengajar di zawiyah pada tengah hari. Pada waktu muda, Habib Anis adalah pedagang batik, dan memiliki kios di pasar Klewer Solo. Kios tersebut ditunggui Habib Abdullah dan Habib Ali yang semuanya adik beliau. Namun ketika kegiatan di masjid Ar-Riyadh semakin banyak, usaha perdagangan batik dihentikan. Habib Anis duduk tekun sebagai ulama. Dari perkawinan dengan Syarifah Syifa Assagaf, Habib Anis dikaruniai enam putera yaitu Habib Ali, Habib Husein, Habib Ahmad, Habib Alwi, Habib Hasan, dan Habib AbdiLlah. Semua putera beliau tinggal di sekitar Gurawan. 

Dalam masyarakat Solo, Habib Anis dikenal bergaul lintas sektoral dan lintas agama. Dan beliau netral dalam dunia politik. Dalam sehari-hari Habib Anis sangat santun dan berbicara dengan bahasa jawa halus kepada orang jawa, berbicara bahasa sunda tinggi dengan orang sunda, berbahasa indonesia baik dengan orang luar jawa dan sunda, serta berbahasa arab Hadrami kepada sesama Habib. Penampilan beliau rapi, senyumnya manis menawan, karena beliau memang murah senyum dan memiliki tahi lalat di dagu kanannya. Beberapa kalangan menyebutnya The smilling Habib. 

Habib Anis sangat menghormati tamu, bahkan tamu tersebut merupakan doping semangat hidup beliau. Beliau tidak membeda-bedakan apahkah tamu tersebut berpangakat atau tidak, semua dijamunya dengan layak. Semua diperlakukan dengan hormat. Saat ‘Idul Adha Habib Anis membagi-bagikan daging korban secara merata melalui RT sekitar Masjid Ar-Riyadh dan tidak membedakan Muslim atau non Muslim. Kalau dagingnya sisa, baru diberikan ke daerah lainnya. Jika ada tetangga beliau atau handai taulan yang meninggal atau sakit, Habib Anis tetap berusaha menyempatkan diri berkunjung atau bersilautrahmi. Menjelang hari raya Idul Fitri Habib Anis juga sering memberikan sarung secara Cuma-Cuma kepada para tetangga, muslim maupun non muslim. “Beri mereka sarung meskipun saat ini mereka belum masuk islam. Insya Allah suatu saat nanti dia akan teringat dan masuk islam.” Demikian salah satu ucapan Habib Anis yang ditirukan Habib Hasan salah seorang puteranya. Tokoh ulama yang khumul lagi wara`, pemuka dan sesepuh habaib yang dihormati, Habib Anis bin Alwi bin Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi berpulang kembali menemui Allah s.w.t. pada tanggal 14 Syawwal 1427 H bersamaan 6 November 2006 dalam usia 78 tahun. Beliau dimakamkan dikomplek Masjid Riyadh Solo, Jawa Tengah.

Kegiatan Ahbabul Musthofa

Pengajian Rutin (zikir & sholawat)
setiap hari Rabu Malam dan Sabtu Malam Ba'da Isyak di Kediaman Habib Syech bin Abdulkadir Assegaf .

Pengajian Rutin Selapanan Ahbabul Musthofa
- Purwodadi ( Malam Sabtu Kliwon ) di Masjid Agung Baitul Makmur Purwodadi.
- Kudus ( Malam Rabu Pahing ) di Halaman Masjid Agung Kudus.
- Jepara ( Malam Sabtu Legi ) di Halaman Masjid Agung Jepara .
- Sragen ( Malam Minggu Pahing ) di Masjid Assakinah, Puro Asri, Sragen.
- Jogja ( Malam Jum'at Pahing ) di Halaman PP. Minhajuttamyiz, Timoho, di belakang Kampus IAIN.
- Solo ( Malam Minggu Legi ) di Halaman Mesjid Agung Surakarta.

- Demak  (Ahad Legi Malam Senin Pahing) di Serambi Masjid Agung Demak

Kamis, 22 September 2011

Sekilas Tentang Ahbaabul Musthofa

Habib Syech bin Abdulkadir Assegaf adalah salah satu putra dari 16 bersaudara putra-putri Alm. Al-Habib Abdulkadir bin Abdurrahman Assegaf ( tokoh alim dan imam Masjid Jami' Asegaf di Pasar Kliwon Solo), berawal dari pendidikan yang diberikan oleh guru besarnya yang sekaligus ayah handa tercinta, Habib Syech mendalami ajaran agama dan Ahlaq leluhurnya. Berlanjut sambung pendidikan tersebut oleh paman beliau Alm. Habib Ahmad bin Abdurrahman Assegaf yang datang dari Hadramaout. Habib Syech juga mendapat pendidikan, dukungan penuh dan perhatian dari Alm. Al-Imam, Al-Arifbillah, Al-Habib Muhammad Anis bin Alwiy Al-Habsyi (Imam Masjid Riyadh dan pemegang magom Al-Habsyi). Berkat segala bimbingan, nasehat, serta kesabaranya, Habib Syech bin Abdulkadir Assegaf menapaki hari untuk senantiasa melakukan syiar cinta Rosull yang diawali dari Kota Solo. Waktu demi waktu berjalan mengiringi syiar cinta Rosullnya, tanpa di sadari banyak umat yang tertarik dan mengikuti majelisnya, hingga saat ini telah ada ribuan jama'ah yang tergabung dalam Ahbabul Musthofa. Mereka mengikuti dan mendalami tetang pentingnya Cinta kepada Rosull SAW dalam kehidupan ini.

Ahbabul Musthofa, adalah salah satu dari beberapa majelis yang ada untuk mempermudah umat dalam memahami dan mentauladani Rosull SAW, berdiri sekitar Tahun1998 di kota Solo, tepatnya Kampung Mertodranan, berawal dari majelis Rotibul Haddad dan Burdah serta maulid Simthut Duror Habib Syech bin Abdulkadir Assegaf memulai langkahnya untuk mengajak ummat dan dirinya dalam membesarkan rasa cinta kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW .

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More